Masa pandemi Covid 19 memaksa setiap orang untuk tinggal di rumah demi memutus mata rantai penyebaran virus. Kondisi ini tidak serta merta membuat kita menjadi tidak produktif. Beragam aktivitas bisa dilakukan, khususnya yang bisa menopang kebutuhan pangan rumah tangga. Salah satu yang bisa dilakukan adalah berkebun sayuran dan tanaman di pekarangan rumah.
Berkebun tentunya membutuhkan pupuk untuk menghasilkan sayur atau tanaman yang sempurna. Dosen Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Ibu Dra. Susanti Pudji Hastuti, M.Sc bersama dengan para dosen di prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Biologi yang sudah menekuni pembuatan Pupuk Organik Cair (POC), telah memanfaatkan sampah organik sebagai bahan utama pembuatan pupuk cair. "Beberapa pilihan limbah organik yang biasa digunakan untuk membuat pupuk cair yaitu limbah rumah tangga seperti sisa nasi, buah-buahan serta sayuran yang sudah tidak dapat diolah untuk dikonsumsi," jelas Ibu Susanti.
Mengelola limbah rumah tangga menjadi pupuk organik merupakan alternatif terbaik yang bisa dilakukan di saat pandemi ini. Pupuk organik sendiri terdiri dari dua jenis jika dilihat dari bentuknya, yaitu pupuk organik cair, dan pupuk organik padat. "Keduanya sama-sama berasal dari limbah organik. Baik itu dari sampah organik, sisa-sisa pelapukan tanaman, kotoran hewan, atau kotoran manusia. Fungsinya juga sama yaitu sama-sama menyuburkan tanah yang dapat dipakai untuk media tanaman. Namun POC lebih praktis diaplikasikan," katanya, Kamis (25/06/2020).
Walaupun hanya berbeda bentuk, pupuk cair lebih populer dan banyak dikembangkan belakangan ini, ketimbang pupuk padat (kompos). Petani asli maupun petani rumahan tidak akan kesulitan untuk memberikan pupuk cair pada tanaman baik pada akar hingga bagian daun dan batang. Penggunaan pupuk cair pada daun dan batang dipercaya mampu mengurangi penyakit, meningkatkan nutrisi, dan mengurangi racun pada tanaman.
Mudah dan Praktis
Pembuatan pupuk cair mudah dan praktis. Campur sampah/limbah rumah tangga yang basah seperti misalnya potongan-potongan sayuran, buah, sisa makanan, air cucian beras, atau batang pisang sehabis dipanen buahnya (bonggol), dedak atau bahan apa saja yang sudah tidak dipergunakan hasil aktivitas rumah tangga dengan terlebih dahulu dicacah/blender menjadi halus, kemudian dimasukkan dalam ember/wadah bertutup dengan terlebih dahulu ditambahkan gula merah dan starter berupa EM4/terasi atau air kencing kelinci dan sebagainya. Diaduk rata kemudian ditutup dibiarkan selama 1 minggu.
Pada minggu ke-2 dilakukan pengadukan dan penyaringan bahan-bahan yang terapung dan dapat ditambahkan air cucian beras kembali. Proses ini diulang sampai minggu ke-4. POC dikatakan berhasil dengan baik apabila produk akhir berbau harum/seperti bau alkohol dan siap untuk digunakan sebagai pupuk. Penggunaan POC untuk tanah/tanaman dilakukan dengan terlebih dahulu diencerkan dengan air dalam perbandingan 1: 100 bagian.
"Kunci keberhasilan pembuatan POC adalah prosesnya yang dalam istilah biologi diproses secara an aerob atau fermentasi, serta bahan yang digunakan walaupun limbah organik (basah) tetap tidak boleh busuk," terangnya.
Ilmu mengenai pemanfaatan limbah rumah tangga yang diolah menjadi pupuk cair ini juga ditularkan Susanti dan teamnya kepada siswa-siswi SMP Kristen 1 dan SMK Kristen, Surakarta sebagai langkah awal kerjasama dengan PPKS (Perhimpunan Pendidikan Kristen Surakarta). Hasil dari POC itu telah dimanfaatkan oleh salah seorang dari PPKS, Pak Warso untuk memupuk tanaman pare di pot serta pekarangan rumah.
"Hasil dari penggunaan POC untuk menanam pare ini bisa dilihat saat panen, pare yang dihasilkan lebih besar dibandingkan yang dijual di pasar," katanya. Pupuk organik cair bukan sesuatu hal yang baru, namun jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik dapat menghasilkan keuntungan lebih.
"Harapan saya dengan adanya POC ini bisa diterapkan untuk usaha budidaya tanaman buah dan sayur dan dapat dijual ke masyarakat luas sehingga PPKS makin dikenal masyarakat terutama lingkungan Surakarta," tambah Ibu Susanti yang juga Kepala Program Studi Biologi dan Pendidikan Biologi-Fak. Biologi UKSW. (Foto: wr/dn).